Menjadi Pemimpin

Semua orang bisa tahan dengan kesengsaraan, tapi bila kau ingin mengetahui karakter seseorang, berilah dia kekuasaan. – Abraham Lincoln –

Kalimat dari seorang Presiden Amerika terdahulu memang sangat relevan bahkan hingga saat ini. Saya ingat bagaimana para CXO di kantor berubah ketika mendapatkan kekuasaan, bahkan mendapatkan uang. Saat itu, CEO kantor memberitahu bahwa saya akan ditarik lagi ke kampus supaya dapat fokus untuk melanjutkan studi sesuai permintaan promotor yang merupakan pemilik startup yang saya bantu kelola saat itu. Hanya yang terjadi adalah, rupanya ada 2 versi dari permintaan untuk saya kembali ke kampus: versi 1, promotor meminta saya kembali ke kampus dan versi 2, CEO yang meminta kepada promotor untuk menarik saya kembali ke kampus. Sampai saat ini, saya ngga ambil pusing dengan mana yang benar.

Ketika itu, saya sudah mulai merasa bahwa di kantor ada yang tidak beres. CEO nampaknya mulai mengambil ancang-ancang untuk keluar karena disamping sudah membuat PT sendiri, mungkin juga sudah percaya diri untuk bisa mendapatkan berbagai macam pekerjaan. Saat itu, saya menyampaikan kondisinya ke komisaris dan komisaris menganggap saya iri karena CEO mendapatkan projek besar yang tidak mampu untuk saya dapatkan đŸ˜€ walau kantor dapat projeknya juga limpahan dari orang lain. Seiring berjalannya waktu, ketika yang saya sampaikan benar adanya, komisaris meminta maaf kepada saya karena tidak percaya saat itu. Saya sendiri sih nothing to lose, saya hanya menyampaikan apa yang saya rasakan dan ketahui, mau diterima atau tidak ya terserah.

Sampai akhirnya saya ditunjuk untuk mengelola kembali kantor sebagai CEO dengan meninggalkan hutang dan piutang yang tak tertagih. Jujur, saat itu saya sebetulnya tidak mau ambil pusing untuk menagih berbagai macam piutang kantor karena memang rasanya useless, direksi lama hanya akan bersilat untuk memundurkan pencairannya dengan berbagai alasan. Saya lebih memilih untuk mencari peluang baru sembari setup tim untuk menjalankan berbagai pekerjaan. Nah, pemilik menugaskan satu mahasiswa S3 dan satu staff keuangan untuk membantu saya. Jadilah semua direksinya ini mendapatkan penugasan.

Selama 5 bulan tidak terlalu banyak hal yang terjadi. Namun entah mengapa belakangan ini para direksi sangat jarang hadir ke kantor. Direktur keuangan sibuk di kampus untuk mengerjakan berbagai macam pekerjaan pencairan, sementara direktur teknologi entah kemana. Saat itu saya sempat protes dan mengeluhkan kondisi yang terjadi kepada promotor, akhirnya hal itu menjadi spotlight bagi para komisaris sampai saya akhirnya membuat surat pengunduran diri. Saya sempat mengumpulkan juga para direksi yang lain, namun nampaknya kami semua belum satu frame dalam memandang posisi kami. Direktur keuangan dan direktur teknologi menganggap jabatan direktur ini adalah penugasan, sehingga kalo penugasan tentunya bukan menjadi hal yang utama. Yang kedua, mereka menganggap bahwa dengan selesainya pekerjaan mereka maka itu sudah cukup. Direktur keuangan tugasnya membuat laporan keuangan, direktur teknologi tugasnya memastikan semua projek berjalan lancar.

Tidak ada yang salah dengan itu selama mereka berdua tidak dalam posisi direksi. Apabila mereka dalam posisi staf keuangan dan manajer projek, yang mereka lakukan benar adanya. Pun saya tidak pernah meragukan ketrampilan mereka berdua, saya yakin kalo pekerjaan pasti terdeliver dengan baik. Namun sekali lagi, mereka adalah direksi yang memikirkan bagaimana kondisi perusahaan ini, apakah cashflow-nya lancar? Apabila tidak lancar, apa yang harus disiapkan? Hal itulah sebetulnya yang saya keluhkan ke para komisaris, menurut saya ini adalah anomali, bagaimana bisa seseorang ditugaskan / mengemban tugas kedua di posisi utama yang menuntut fokus sepenuhnya di situ? Ketika saya menerima penugasan ini, bisa dibilang hanya saya yang fulltime karena tidak ada tugas mengajar sehingga bisa tiap hari datang ke kantor. Namun, untuk dua direksi yang lain karena mereka menganggap ada tugas utama yang lebih penting, jadilah hanya fokus pada penyelesaian pekerjaan saja.

Selain itu, direksi dalam pandangan saya adalah role model bagi para karyawan. Bagaimana kita bisa membuat karyawan solid atau kompak, apabila direksinya ngga pernah terlihat? Bagaimana mau menegur karyawan yang jarang datang apabila direksinya pun jarang datang? Hal itu yang akhirnya membuat saya meminta jajaran direksi itu adalah orang yang fulltime, yang selalu berpikir mengenai perusahaan dan bukan yang lain. Saya pun sama, apabila saya sudah lulus, mulai mengajar, tetapi masih diminta mengelola perusahaan ini, kalo saya memang ngga mampu untuk fokus dan berkontribusi, saya juga akan mengundurkan diri karena memang ngga mungkin perusahaan ini dikelola oleh orang yang kerjanya setengah – setengah. Setengah di sini dan setengah di sana. Hal itu mungkin yang belum dipahami dan dimengerti. Saya juga orangnya nothing to lose, apabila saya diganti besok juga ngga masalah. Perusahaan ini saya anggap sebagai playground untuk belajar seperti kehidupan nyata, karena tujuan saya pada akhirnya tetap harus mempunyai PT sendiri yang akan dikelola dan dihidupi.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.